Kira-kira, apa jawaban terbanyak yang akan
muncul untuk pertanyaan: Bagaimana kualitas layanan RSUD Ciamis? Entah, boleh
jadi belum ada survey resmi terkait hal tersebut. Namun yang pasti, bukan
sekali dua kali layanan RSUD Ciamis menjadi buah bibir. Media massa pun lumayan
getol mem-publish berita tentang layanan RSUD Ciamis. Terakhir, sekitar awal
bulan Maret 2013, lagi-lagi RSUD Ciamis jadi topik gunjingan. Pemicunya adalah
blankar maut, yang membuat seorang pasien tersungkur ke lantai.
Adalah Ari (13, alm), pasien asal Desa
Petir, Kecamatan Baregbeg. Kabarnya, lantaran terserang flu yang cukup parah,
Ari dibawa ke RSUD Ciamis. Menurut keterangan keluarga, selain flu, saat itu
Ari juga mengalami gangguan syaraf. Namun, ketika Ari dibawa oleh petugas
dengan menggunakan blankar dorong, tiba-tiba roda blankar lepas, dan membuat wajah
Ari tersungkur keras ke lantai. Karena merasa tidak mendapatkan pelayanan yang
baik, keluarga Ari pun memutuskan pindah rumah sakit. Ari kemudian dibawa ke
Permata Bunda. Hanya lima hari di Permata Bunda, karena Ari harus berpulang ke
sisi-Nya. Analisa dari Permata Bunda, Ari ternyata mengalami pecah pembuluh
darah.
Apakah meninggalnya Ari terkait dengan
blankar maut RSUD Ciamis? Wallohu’alam. Yang pasti, menjadi penyebab kematian
atau bukan, roda blankar RSUD Ciamis seharusnya tidak boleh lepas dan
menyebabkan pasien mengalami kecelakaan.
Peristiwa almarhum Ari hanya satu dari
sekian kasus yang pernah terjadi di RSUD Ciamis. Seperti apa sebenarnya
kualitas layanan RSUD Ciamis? Sudah cukup maksimalkah upaya dari pihak
manajemen? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya jika merujuk pada
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008,
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumas Sakit (SPM RS).
Sebagaimana dijelaskan pada paragraf ketiga
dalam Latar Belakang Kepmenkes tersebut di atas, bahwa SPM adalah ketentuan
tentang jenis danmutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang
berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. Artinya, semua indikator
yang dijabarkan dalam SPM RS wajib dipenuhi oleh semua rumah sakit.
Menurut SPM RS, ada 21 jenis pelayanan
rumah sakit yang minimal wakib disediakan. Mulai dari pelayanan gawat darurat,
rawat jalan, rawat inap, bedah, intensif, radiologi, transfusi, keluarga
miskin, ambulan, hingga pemeliharaan sarana rumah sakit, laundry dan
pemulasaraan jenazah. Masing-masing jenis layanan tersebut memiliki
indikator-indikator yang jelas, lengkap dengan standar capaian yang harus
dipenuhi oleh setiap rumah sakit.
Misalnya, untuk jenis pelayanan Gawat
Darurat, memiliki 9 indikator. Sebut saja salah satu indikatornya misal
mengenai Jam Buka Pelayanan Gawat Darurat, yang menurut standarnya harus 24
jam. Atau, indikator Kepuasan Pelanggan, yang menurut standar harus minimal
70%.
Berbekal SPM RS tersebut, Majalah BADAR
mencoba melakukan investigasi sederhana, khususnya untuk beberapa indikator
yang sangat mudah diukur. Sebagai contoh saja, ada lima indikator yang bisa dengan
mudah diamati, bahkan oleh masyarakat umum sekalipun. Kelima indikator tersebut
antara lain; Waktu tanggap pelayanan dokter di UGD, keberadaan Dokter Spesialis
di Poliklinik, Waktu tunggu hasil pelayanan Thorax Foto, waktu tunggu hasil
pelayanan laboratorium untukc ek darah, dan waktu tunggu pengalmbilan obat di
apotek.
Waktu tanggap pelayanan Dokter di Gawat
Darurat tertuang sebagai indikator nomor 7, pada jenis layanan Gawat Darurat.
Menurut standarnya, pasien yang datang ke ruang Gawat Darurat harus terlayani
oleh Dokter selambat-lambatnya 5 menit.
Berdasarkan pantauan reporter Majalah BADAR
di ruang Gawat Darurat RSUD Ciamis, sebetulnya umumnya pasien yang datang
langsung terlayani, bahkan kurang dari lima menit. Dengan kata lain, sejauh
pantauan Majalah BADAR selama 3 hari, di ruang Gawat Darurat tidak ada pasien
yang dibiarkan lebih dari lima menit. Hanya saja, layanan tersebut bukan
dilakukan oleh Dokter, tetapi oleh perawat. Sementara Dokter, baru mendatangi
pasien setelah mendapat laporan awal dari perawat. Dan itu dilakukan di dalam
rentang lima menit sejak kedatangan pasien.
Indikator kedua tentang Dokter pemberi
Pelayanan di Poliklinik Spesialis. Ini indikator nomor satu pada jenis
pelayanan Rawat Jalan. Menurut standar, semua dokter di poliklinik seharusnya
merupakan Dokter Spesialis. Indikator ini tampaknya belum bisa dipenuhi oleh
RSUD Ciamis. Hasil investigasi Majalah BADAR, ternyata masih ada beberapa poli
yang terkadang pelayanannya bukan oleh dokter spesialis. Misalnya di Poli Anak,
masih ada dokter umum yang terlibat. Atau Poli Bedah, dimana dokter
spesialisnya hanya ada hari Rabu dan Sabtu. Atau di Poli Gigi, menurut
keterangan petugasnya, poli ini tidak memiliki Dokter Spesialis, yang ada
spesialis mulut, itupun dari Tasik.
Indikator ketiga tentang Waktu tunggu hasil
pelayanan thorax foto. Indikator yang satu ini termasuk ke dalam jenis layanan
Radiologi. Waktu tunggu menurut standarnya adalah tidak boleh lebih dari tiga
jam. Artinya, pasien harus sudah menerima hasil foto selambat-lambatnya tiga
jam sejak pasien tersebut difoto. Pemantauan Majalah BADAR membuktikan RSUD
Ciamis sudah bisa memenuhi indikator yang satu ini, bahkan jauh lebih cepat
dari patokan tiga jam. Namun demikian, layanan cepat pada indikator ini hanya
bisa dinikmati hari senin sampai kamis saja, karena dokternya hanya tersedia
pada rentang hari tersebut.
Lain halnya dengan hasil pelayanan
laboratorium, khususnya untuk cek darah. Indikator ini termasuk ke dalam jenis
layanan Laboratorium Patologi Klinik. Menurut standar, hasil lab mengenai kimia
darah dan darah rutin tidak boleh lebih dari 140 menit. Dalam realitasnya,
masih terdapat pasien yang menunggu hasil darah dari jam 8 pagi sampai tengah
hari, dan hasil lab belum bisa mereka terima.
Capaian target yang terlihat maksimal ada
pada Jenis Layanan Farmasi, khususnya terkait indikator tentang Waktu tunggu
pelayanan obat. Menurut ketentuan, untuk obat racikan, standar waktu tunggunya
tidak boleh lebih dari 1 jam. Sementara untuk obat jadi, standar waktu
tunggunya tidak boleh lebih dari 30 menit. Berdasarkan pantauan Majalah BADAR,
waktu tunggu obat ini berjalan dengan normal.
Kelima indikator di atas adalah contoh
jenis-jenis indikator yang mudah diamati oleh masyarakat umum. Namun demikian,
untuk menilai kualitas layanan RSUD Ciamis secara umum pun tidak mungkin hanya
berdasar pada kelima indikator di atas. Total indikator yang bisa diukur
berdasarkan SPM RS pada 21 layanan adalah sebanyak 90 indikator.
Majalah BADAR sebenarnya ingin memaparkan
lebih jauh tentang gambaran 90 indikator tersebut. Namun sayangnya, pihak
manajemen RSUD tidak memberikan respon atas permohonan wawancara yang
disampaikan oleh Redaksi Majalah BADAR.
“Di Ciamis masih banyak pejabat atau bahkan
lembaga yang lebih memilih tertutup terhadap media. Padahal, justru melalui
keterbukaan komunikasi, banyak masalah yang bisa diklarifikasi dan bermanfaat.
Bukan saja untuk masyarakat, tapi juga untuk para pejabat atau lembaga tersebut.
Terlebih tentang SPM, karena salah satu prinsip SPM menurut ketentuan adalah
Terbuka dan Akuntabel. Terbuka dalam arti bisa diakses oleh publik. Dan
Akuntabel dalam arti dapat dipertanggung-gugatkan kepada publik. SPM RS ini
bisa jadi rujukan bersama,” terang Djohan, Ketua LSM BADAR.
Kembali pada permasalahan yang menimpa almarhum
Ari, ada beberapa indikator yang bisa dijadikan rujukan, khususnya indikator
yang terkait dengan jenis Pelayanan Pemeliharaan Sarana Rumah sakit. Ada tiga
indikator pada jenis layanan ini, antara lain; Kecepatan waktu menanggapi
kerusakan alat, dengan target capaian sebesar 80%. Kemudian indikator Ketepatan
Waktu Pemeliharaan Alat, dengan target 100%, serta indikator tentang ketentuan
kalibrasi untuk peralatan laboratorium dan alat ukur.
“Selain indikator mengenai pemeliharaan
sarana, untuk kasus yang menimpa almarhum Ari, sebenarnya ada satu indikator
yang juga bisa dijadikan sumber rujukan, yakni indikator pada Jenis Pelayanan
Rawat Inap, tepatnya indikator nomor 7. Namun tentunya harus berdasarkan pada
investigasi yang akurat dari pihak-pihak yang memiliki kapasitas formal,”
terang Djohan.
Bunyi dari indikator yang dimaksud Djohan
adalah; “Tidak adanya kejadian pasien
jatuh yang berakibat kecacatan / kematian”. Pasien jatuh adalah kejadian pasien
jatuh selama dirawat, baik akibat jatuh dari tempat tidur, di kamar mandi, dan
sebagainya, yang berakibat kecacatan atau kematian. Standar capaian yang dipatok pada indikator
ini adalah 100%. Bisa diartikan, peristiwa pasien jatuh seharusnya sama sekali
tidak terjadi.
Djohan sangat berharap RSUD Ciamis bisa benar-benar
membenahi diri dan dibenahi. “Pihak manajemen harus terus berupaya berbenah,
jangan sampai citranya terus-terusan rusak. Selain itu, RSUD Ciamis juga harus
dibenahi oleh Pemerintah Daerah. Karena mustahil tidak ada peran strategis
Pemerintah Daerah dalam membangun kualitas layanan RSUD Ciamis.”
Apa yang dimaksud Ketua LSM BADAR tentang
kata “dibenahi” terkait dengan salah satu konsideran yang terdapat dalam
Kepmenkes di atas, yang menyatakan: “Pemerintah Kabupaten/Kota bertanggung
jawab sepenuhnya dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan
derajad kesehatan masyarakat di wilayahnya.”
“Intinya, kami dari LSM BADAR juga tidak
berharap kasus-kasus layanan RSUD hanya sibuk memojokkan para pelaksana teknis.
Kasihan juga mereka. Bahkan kami dapat informasi honor Dokter dan Perawat juga
ada yang lambat dibayar. Malah lucu ketika ada anggota DPRD ikut marah-marah
tentang kualitas layanan RSUD. Padahal bukankah justru mereka adalah salah satu
pihak yang memiliki posisi strategis untuk membangun daerah, termasuk dalam hal
ini sarana kesehatan!” Pungkas Djohan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar