Sadar atau tidak, setiap hari selalu saja
ada timbulan sampah baru, baik yang berasal dari rumah, kantor, pasar, atau
bahkan di tempat-tempat umum. Timbulan sampah ibarat takdir, yang setiap hari
harus bersisian dengan kehidupan manusia.
Yang menarik untuk bahan renungan adalah,
banyak penelitian tentang timbulan sampah ini ternyata mematok angka rata-rata
0,25 kg sampah/o/h. Salah satu referensinya adalah hasil penelitian dari Enri
Damanhuri dan Tri Padmi, keduanya jebolan Program Studi Teknik Lingkungan ITB.
Artinya, disadari atau tidak, setiap orang rata-rata menyebabkan timbulan
sampah sebanyak seperempat kilogram setiap harinya. Sampah tersebut bisa dari
kemasan sachet seperti kopi, sampo, kemasan sabun, bungkus rokok, sisa makanan,
dan lain sebagainya.
Jika rata-rata usia hidup manusia dipatok
di angka 60 tahun, maka perhitungan timbulan sampah yang ia hasilkan selama
menjadi manusia adalah 60 tahun x 365 hari/tahun x 0,25 kg = 5.475 kg. Angka
ini lima kali lipat lebih berat dari mobil minibus yang paling laku di
Indonesia. itu baru dari satu orang, jika dikalikan 250 juta penduduk
Indonesia, hitungannya mencapai 1.368.750.000.000 kg. Sebuah angka yang
menakjubkan. Terlebih jika logika hitungan tersebut diterapkan dalam skup dunia,
dimana ada 7 milyar lebih manusia yang setiap hari melahirkan timbulan sampah.
Jika manusia tidak bijak menangani sampah,
niscaya bumi ini akan berubah menjadi planet sampah. Lantaran itu pula, gerakan
3R (Recycle, Reduce, Re-Use) terus digaungkan di setiap sudut dunia oleh para
pegiat lingkungan. Namun meski begitu, ada hal penting yang patut diketahui
bersama perihal sampah ini. Yakni jenis-jenis sampah. Ini menjadi penting,
karena ada jenis sampah yang sanat berbahaya. Bukan saja bagi kesehatan, tetapi
juga untuk masa depan bumi manusia. Sampah tersebut adalah styrofoam.
Dulu, styrofoam banyak digunakan untuk
kemasan barang-barang elektronik, semisal televisi, kulkas, dan lain-lain.
Bentuknya seperti gabus, berwarna putih bersih dan ringan.
Namun sejalan dengan perkembangan
teknologi, styrofoam juga banyak digunakan untuk kemasan makanan. Mulai dari
mie instan, makanan cepat saji, hingga minuman, banyak yang menggunakan
styrofoam.
Selain menjadi sampah bermasalah besar,
kandungan styrofoam juga sebenarnya sangat membahayakan kesehatan manusia. Benzen,
Carsinogen dan Styrene yang terkandung dalam kemasan berbahan dasar styrofoam
diyakini dunia kesehatan mampu menimbulkan kerusakan pada sum-sum tulang
belakang, menimbulkan anemia dan mengurangi produksi sel darah merah sehingga
meningkatkan resiko kanker. Ketiga komponen tersebut mudah terlepas terutama
saat styrofoam bersentuhan dengan panas, lemak atau minyak.
Potensi resiko besar dari styrofoam di atas
bahkan sempat membuat Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) merasa
khawatir. Ilyani S. Andang, salah seorang pengurus harian YLKI bahkan sempat
mengeluarkan pernyataan supaya masyarakat berani menolak kemasan styrofoam.
“Aturan mengenai penggunaan styrofoam ini sangat lemah. Karena itu, konsumen sendiri
yang harus aktif menolak kemasan berbahan dasar styrofoam,” begitu katanya,
sebagaimana dilansir oleh Kompas.com.
Paparan di atas baru berbicara tentang
bahaya styrofoam untuk kesehatan manusia. Bagaimana dengan orang yang tidak
pernah mengkonsumsi makanan dalam kemasan styrofoam? Apakah cukup berdiam diri?
Ternyata tidak juga. Bahaya styrofoam ini patut menjadi perhatian besar setiap
orang di muka bumi, terutama ketika kemasan styrofoam tersebut sudah menjadi
sampah.
Jika plastik biasa membutuhkan waktu selama
500 tahun untuk bisa terurai oleh tanah, maka styrofoam ternyata tidak bisa
diprediksi masa urainya. Alasan inilah yang menyebabkan styrofoam dinobatkan
oleh berbagai pihak sebagai sampah abadi. Jika saja ada sebungkus styrofoam
yang terkubur dalam tanah, makah entah berapa ratus tahun styrofoam tersebut
akan terus mencemari tanah dan air di sekitarnya.
Manusia harus semakin bijak terkait masalah
sampah, agar bumi ini tidak menjadi planet yang dikuasai sampah abadi berjuluk
styrofoam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar