Pupuk ibarat nadi bagi pertanian. Terlebih
bagi Indonesia, yang dulu pernah dikenal sebagai negara agraris. Sayangnya,
banyak permasalahan yang terjadi di sekitar pupuk. Mulai dari kelangkaan pupuk
bersubsidi, ketidakmerataan distribusi, kualitas yang tidak standar, manipulasi
hasil lab, kolusi pemenang tender, ketidakfahaman petani, pengawasan yang
lemah, sampai masalah nilai anggaran yang tidak transparan. Tentunya, semua ini
menuntut perhatian lebih dari semua pihak, terkecuali Indonesia mau
mendeklarasikan diri sebagai negara gagal swasembada pangan, yang hidupnya akan
sangat tergantung pada pangan import yang semakin hari semakin menguasai pasar.
Paparan di atas adalah gambaran masalah
pupuk dalam lingkup nasional. Lalu bagaimana dengan Ciamis? Meski tidak seruwet
nasional, namun ada beberapa indikasi yang boleh jadi mengarah pada berbagai
permasalahan di atas.
Sebut saja misalnya tentang kualitas pupuk,
khususnya organik. Selama tiga bulan terakhir, lebih dari lima pengaduan yang
pernah masuk ke meja redaksi terkait dengan kualitas pupuk organik yang beredar
di Ciamis. Kualitasnya buruk, membuat tanaman menjadi “perang”, komposisinya
tidak sesuai standar, berat kiloannya tidak sesuai, hingga bantuan pupuk yang
diganti dengan uang tunai. Semua informasi tersebut pernah masuk ke redaksi
Majalah BADAR. Tapi uniknya, justru pihak-pihak berwenang tidak tahu-menahu
tentang hal tersebut.
“Saya malah heran. Ke dinas kami tidak
pernah ada keluhan yang masuk, tapi kenapa dari media/LSM ada laporan seperti
itu,” terang Ir. Nana Supriatna, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Hal
yang sama disampaikan juga oleh Tini Lastini, Kepala Bidang Sumber Daya di
Dinas Pertanian Kabupaten Ciamis.
Ini menjadi menarik. Kenapa para petani
tersebut tidak menyampaikan keluhannya langsung kepada pihak-pihak berwenang?
Ada apa sebenarnya? Apakah ada yang menggerakan mereka dari belakang? Atau
keluhan-keluhan tersebut dipicu oleh persaingan usaha? Atau sekedar ke-engganan
petani mempermasalahkan tersebut secara lebih formal?
Meski tidak bisa disebut representatif,
jawaban dari salah seorang pembina Gapoktan di wilayah Ciamis Utara barangkali
bisa dijadikan gambaran, kenapa dia memilih diam ketimbang menyampaikan keluhan
secara formal. “Ya, namanya juga diberi, gratis. Ada kurang-kurang mah masa mau
diributkan. Terima saja, namanya juga pemberian,” terangnya.
Namun demikian, terkait masalah perbaikan
kualitas, ada ide menarik dari Ir. Nana. “Untuk pengadaan pupuk, kami sedang
membuat konsep baru agar kualitas terjaga. Salah satunya adalah dengan bekerja
sama dengan perusahaan profesional seperti Pupuk Kujang. Namun, agar para
produsen pupuk organik tetap terakomodir, kami akan minta Pupuk Kujang supaya
memberikan pembinaan pada para petani penghasil pupuk organik di Ciamis, agar
kualitas pupuk mereka baik. Lalu harus dibeli oleh Pupuk Kujang, untuk kemudian
menjadi pupuk yang akan disalurkan oleh pemerintah,” terang Nana, bersemangat.
Lalu, berapa besaran pupuk yang sebenarnya
dibutuhkan oleh Ciamis? Ternyata angkanya cukup fantastis. Dan tentu saja ini
menjadi terkait dengan besaran anggaran yang diperuntukkan untuk pupuk. Lumrah,
ketika anggaran besar, pasti banyak yang berminat. Lumrah pula, ketika anggaran
besar, menjadi patut mendapat perhatian lebih, karena berurusan dengan kepentingan
yang luas.
Namun sayangnya, ketika Majalah BADAR
mencoba menggali informasi tentang besaran anggaran pupuk tersebut, ternyata
tidak mudah. Dari tiga lembaga yang dijadikan narasumber, hanya Dishutbun
Ciamis yang memberikan penjelasan memuaskan, lengkap dengan data-data sebaran
pupuk secara rinci. Sementara dua dinas lainnya, terkesan lebih tertutup.
Salah satunya adalah Dinas Pertanian. Meski
dinas ini berkenan memberikan informasi tentang banya hal yang terkait pupuk,
namun ketika ditanya besaran anggaran lebih memilih no comment. Bahkan, salah
seorang pejabat di Dinas Pertanian belum apa-apa sudah terkesan ketus ketika
ditanya tentang berapa besaran anggaran tersebut.
Yang lebih parah BP4K. Lembaga ini bahkan
benar-benar menutup diri dari akses informasi tentang anggaran. Beberapa kali
Majalah BADAR mencoba ke BP4K, namun setiap yang ditemui lebih memilih bungkam.
Bahkan Kepala BP4K, sulit sekali ditemui.
“Repot kalau di zaman transparansi ini di
Ciamis masih ada pejabat-pejabat yang terkesan alergi ketika ditanya ini-itu. Jangan
memilih misterius di era keterbukaan publik. Pejabat seperti itu bukan saja
bisa menjadi penghambat pembangunan Ciamis, bahkan bisa menjadi pemicu masalah.
Mungkin dia kira itu anggaran uang dia sendiri, yang tidak boleh dipertanyakan
oleh siapapun. Padahal masyarakat itu berhak dan memiliki dasar hukum yang
jelas untuk mengetahui hal itu,” terang Djohan, Ketua LSM BADAR.
Djohan juga menyatakan akan menindaklanjuti
sikap salah seorang pejabat di salah satu lembaga yang perilakunya tidak etis.
“Ya, saya dengar dari reporter Majalah BADAR, ada pejabat yang bersikap agak
kasar ketika diwawancara. Kami akan temui, kalau perlu kami laporkan kepada
pimpinan atau Sekda,” terang Djohan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar