Oleh : Kang Guru RAHMAN*
Kita sebut saja dia Wowo, meski nama asli
dia sebenarnya Wawan. Sejak satu bulan ke belakang, ada yang berubah dengan
perilaku Wowo. Dulu, Wowo tidak pernah kebut-kebutan. Berbeda dengan sekarang,
motor yang ia kendarai selalu terlihat melesat, lengkap dengan suara knalpot
yang memekakan telinga. Ia juga menjadi kurang santun pada teman sebayanya.
Sedikit saja tersinggung, langsung marah dan mengancam, seraya berkoar bahwa
dia adalah anggota sebuah gank motor besar. Usut punya usut, sejak satu bulan
lalu, Wowo resmi menjadi anggota sebuah gank motor yang anggotanya sangat
banyak dan cukup ditakuti.
Merasa hebat karena menjadi bagian dari
sebuah kuantitas yang besar –seperti Wowo--, adalah lumrah. Tidak bisa
dipungkiri, dengan bekal jumlah yang banyak, tentunya banyak pula yang bisa
diperbuat. Namun, apakah faktor kuantitas bisa diandalkan untuk menyelesaikan
berbagai persoalan yang dihadapi? Jika berkaca dari berbagai peristiwa yang
pernah terjadi dalam sejarah panjang kehidupan manusia, sepertinya jawaban untuk
pertanyaan tadi adalah: TIDAK. Ya, kuantitas yang banyak belum tentu menjadi
jaminan tercapainya sebuah target, atau selesainya sebuah masalah.
Cukup banyak penjelasan dalam Al-Quran dan
Hadist yang terkait dengan aspek “kuantitas”. Dalam beberapa ayat, secara
kasuistis bahkan Al-Quran memberikan nuansa negatif dalam makna kuantitas.
Kalimat-kalimat seperti “Kebanyakan mereka tidak mengetahuinya”, “Kebanyakan
mereka tidak berfikir”, “Kebanyakan mereka tidak beriman”, adalah beberapa
contoh statement Tuhan ketika menyindir sisi negatif dari aspek kuantitas.
Nuansa yang sama bisa juga kita temui dalam
serpihan hikmah kisah Thalut dan Jalut. Dengan izin Alloh tentunya, tentara
Thalut yang kuantitasnya sedikit, faktanya mampu mengalahkan tentara Jalut yang
banyak. Lagi-lagi, ini menegaskan, betapa aspek kuantitas tidak bisa dijadikan
sebagai satu-satunya jaminan.
Untuk para pembaca Sirah Nabawiyah, kisah
tentang Perang Badar tentunya bukan hal yang baru. Bagaimana tentara muslim di
bawah komando langsung dari Rasululloh SAW, berhasil meraih kemenangan.
Padahal, kuantitas tentara muslim jauh lebih sedikit dibandingkan tentara
jahiliyah.
Tengok pula apa yang terjadi pada Perang
Hunain. Pada masa itu kuantitas muslim sudah banyak, tentaranya sudah kuat
dibanding lawan. Aspek kuantitas dalam kasus Hunain justru hampir saja
mengantarkan kaum muslimin pada penderitaan dan kekalahan. Bahkan Al-Quran
secara tegas menyatakan dalam kasus ini, bahwa jumlah yang banyak ternyata
tidak bisa memberi manfaat. (QS. At-Taubah, 25-26).
Nah, kalau paparan di atas dijadikan bahan
renungan, masihkah kuat asumsi hebat karena kuantitas? Jawabannya akan sangat
bersifat personal. Namun setidaknya bisa dipastikan, bahwa kuantitas bukanlah
aspek yang superior atas aspek-aspek lain. Dan karena itu, kuantitas selalu
perlu untuk dipersatukan dengan aspek kualitas.
Lalu, bagaimana suara Al-Quran ketika
bahasannya adalah kualitas? Ternyata, nuansanya berseberangan dengan apa yang
disuarakan Al-Quran tentang kuantitas, seperti dijelaskan pada awal tulisan
ini. “Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan jumlah mereka
amatlah sedikit”, atau “dan sedikit sekali hamba-hamba-Ku yang berterima
kasih”, adalah contoh dua kalimat yang secara jelas menyiratkan, betapa aspek
kualitas itu berdiri di atas kuantitas yang sedikit.
Rasululloh Muhammad SAW pernah berujar
seperti ini; “Manusia itu seperti unta. Di antara seratus ekor unta, engkau
belum tentu menemukan satu ekor unta yang boleh dijadikan sebagai tunggangan.” Artinya,
belum tentu dalam kuantitas yang banyak, ada satu kualitas yang sesuai dengan
harapan.
Satu saat Umar bin Khatthab RA memerintahkan
Amr bin ‘Ash untuk menaklukan Mesir dengan membawa 4000 orang tentara saja.
Jumlah ini dianggap tidak ideal oleh siapapun. Karena angka logisnya pada pada
belasan ribu tentara. Karena itu, Amr bin ‘Ash meminta tambahan tentara kepada
Umar, agar mencapai angka belasan ribu. Namun Umar hanya memberikan 4000
tentara tambahan, dan 4 orang komandan, seraya berujar: “Tambahan ini sudah
sebanding dengan 12 ribu tentara, karena 4 orang tersebut setara dengan 1000
orang tentara”. Lagi-lagi, ada gambaran tentang aspek kualitas yang ternyata
relatif berseberangan dengan kuantitas.
Kesimpulannya, kuantitas itu memang perlu,
karena dengan bekal kuantitas yang cukup, banyak hal yang bisa dilakukan. Namun
tanpa kualitas yang mumpuni, kuantitas hanyalah akan menjadi masalah. Maka
pantas jika Alloh SWT menegaskan dalam Al-Anfal ayat 66, “Maka jika ada di
antara kamu 100 orang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan 200 orang. Dan
jika jika memiliki 1000 orang, niscaya bisa mengalahkan 2000 orang, dengan izin
Alloh...”
Untuk BADAR, teruslah membesar tanpa
berhenti belajar. Karena, apa untungnya tumbuh jika tidak menjadi tangguh!
*Penulis adalah mantan Ketua LSM BADAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar