Minggu, 04 Mei 2014

MISTERI PERIUK PUPUK

Majalah BADAR Nomor 5.

Pupuk ibarat nadi bagi pertanian. Terlebih bagi Indonesia, yang dulu pernah dikenal sebagai negara agraris. Sayangnya, banyak permasalahan yang terjadi di sekitar pupuk. Mulai dari kelangkaan pupuk bersubsidi, ketidakmerataan distribusi, kualitas yang tidak standar, manipulasi hasil lab, kolusi pemenang tender, ketidakfahaman petani, pengawasan yang lemah, sampai masalah nilai anggaran yang tidak transparan. Tentunya, semua ini menuntut perhatian lebih dari semua pihak, terkecuali Indonesia mau mendeklarasikan diri sebagai negara gagal swasembada pangan, yang hidupnya akan sangat tergantung pada pangan import yang semakin hari semakin menguasai pasar.
Paparan di atas adalah gambaran masalah pupuk dalam lingkup nasional. Lalu bagaimana dengan Ciamis? Meski tidak seruwet nasional, namun ada beberapa indikasi yang boleh jadi mengarah pada berbagai permasalahan di atas.

Sebut saja misalnya tentang kualitas pupuk, khususnya organik. Selama tiga bulan terakhir, lebih dari lima pengaduan yang pernah masuk ke meja redaksi terkait dengan kualitas pupuk organik yang beredar di Ciamis. Kualitasnya buruk, membuat tanaman menjadi “perang”, komposisinya tidak sesuai standar, berat kiloannya tidak sesuai, hingga bantuan pupuk yang diganti dengan uang tunai. Semua informasi tersebut pernah masuk ke redaksi Majalah BADAR. Tapi uniknya, justru pihak-pihak berwenang tidak tahu-menahu tentang hal tersebut.
“Saya malah heran. Ke dinas kami tidak pernah ada keluhan yang masuk, tapi kenapa dari media/LSM ada laporan seperti itu,” terang Ir. Nana Supriatna, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Hal yang sama disampaikan juga oleh Tini Lastini, Kepala Bidang Sumber Daya di Dinas Pertanian Kabupaten Ciamis.
Ini menjadi menarik. Kenapa para petani tersebut tidak menyampaikan keluhannya langsung kepada pihak-pihak berwenang? Ada apa sebenarnya? Apakah ada yang menggerakan mereka dari belakang? Atau keluhan-keluhan tersebut dipicu oleh persaingan usaha? Atau sekedar ke-engganan petani mempermasalahkan tersebut secara lebih formal?
Meski tidak bisa disebut representatif, jawaban dari salah seorang pembina Gapoktan di wilayah Ciamis Utara barangkali bisa dijadikan gambaran, kenapa dia memilih diam ketimbang menyampaikan keluhan secara formal. “Ya, namanya juga diberi, gratis. Ada kurang-kurang mah masa mau diributkan. Terima saja, namanya juga pemberian,” terangnya.
Namun demikian, terkait masalah perbaikan kualitas, ada ide menarik dari Ir. Nana. “Untuk pengadaan pupuk, kami sedang membuat konsep baru agar kualitas terjaga. Salah satunya adalah dengan bekerja sama dengan perusahaan profesional seperti Pupuk Kujang. Namun, agar para produsen pupuk organik tetap terakomodir, kami akan minta Pupuk Kujang supaya memberikan pembinaan pada para petani penghasil pupuk organik di Ciamis, agar kualitas pupuk mereka baik. Lalu harus dibeli oleh Pupuk Kujang, untuk kemudian menjadi pupuk yang akan disalurkan oleh pemerintah,” terang Nana, bersemangat.
Lalu, berapa besaran pupuk yang sebenarnya dibutuhkan oleh Ciamis? Ternyata angkanya cukup fantastis. Dan tentu saja ini menjadi terkait dengan besaran anggaran yang diperuntukkan untuk pupuk. Lumrah, ketika anggaran besar, pasti banyak yang berminat. Lumrah pula, ketika anggaran besar, menjadi patut mendapat perhatian lebih, karena berurusan dengan kepentingan yang luas.
Namun sayangnya, ketika Majalah BADAR mencoba menggali informasi tentang besaran anggaran pupuk tersebut, ternyata tidak mudah. Dari tiga lembaga yang dijadikan narasumber, hanya Dishutbun Ciamis yang memberikan penjelasan memuaskan, lengkap dengan data-data sebaran pupuk secara rinci. Sementara dua dinas lainnya, terkesan lebih tertutup.
Salah satunya adalah Dinas Pertanian. Meski dinas ini berkenan memberikan informasi tentang banya hal yang terkait pupuk, namun ketika ditanya besaran anggaran lebih memilih no comment. Bahkan, salah seorang pejabat di Dinas Pertanian belum apa-apa sudah terkesan ketus ketika ditanya tentang berapa besaran anggaran tersebut.
Yang lebih parah BP4K. Lembaga ini bahkan benar-benar menutup diri dari akses informasi tentang anggaran. Beberapa kali Majalah BADAR mencoba ke BP4K, namun setiap yang ditemui lebih memilih bungkam. Bahkan Kepala BP4K, sulit sekali ditemui.
“Repot kalau di zaman transparansi ini di Ciamis masih ada pejabat-pejabat yang terkesan alergi ketika ditanya ini-itu. Jangan memilih misterius di era keterbukaan publik. Pejabat seperti itu bukan saja bisa menjadi penghambat pembangunan Ciamis, bahkan bisa menjadi pemicu masalah. Mungkin dia kira itu anggaran uang dia sendiri, yang tidak boleh dipertanyakan oleh siapapun. Padahal masyarakat itu berhak dan memiliki dasar hukum yang jelas untuk mengetahui hal itu,” terang Djohan, Ketua LSM BADAR.
Djohan juga menyatakan akan menindaklanjuti sikap salah seorang pejabat di salah satu lembaga yang perilakunya tidak etis. “Ya, saya dengar dari reporter Majalah BADAR, ada pejabat yang bersikap agak kasar ketika diwawancara. Kami akan temui, kalau perlu kami laporkan kepada pimpinan atau Sekda,” terang Djohan.

Tidak ada komentar: