Minggu, 04 Mei 2014

TUMBUH UNTUK TANGGUH

Majalah BADAR Nomor 5.
Oleh : Kang Guru RAHMAN*



Kita sebut saja dia Wowo, meski nama asli dia sebenarnya Wawan. Sejak satu bulan ke belakang, ada yang berubah dengan perilaku Wowo. Dulu, Wowo tidak pernah kebut-kebutan. Berbeda dengan sekarang, motor yang ia kendarai selalu terlihat melesat, lengkap dengan suara knalpot yang memekakan telinga. Ia juga menjadi kurang santun pada teman sebayanya. Sedikit saja tersinggung, langsung marah dan mengancam, seraya berkoar bahwa dia adalah anggota sebuah gank motor besar. Usut punya usut, sejak satu bulan lalu, Wowo resmi menjadi anggota sebuah gank motor yang anggotanya sangat banyak dan cukup ditakuti.

Merasa hebat karena menjadi bagian dari sebuah kuantitas yang besar –seperti Wowo--, adalah lumrah. Tidak bisa dipungkiri, dengan bekal jumlah yang banyak, tentunya banyak pula yang bisa diperbuat. Namun, apakah faktor kuantitas bisa diandalkan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi? Jika berkaca dari berbagai peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah panjang kehidupan manusia, sepertinya jawaban untuk pertanyaan tadi adalah: TIDAK. Ya, kuantitas yang banyak belum tentu menjadi jaminan tercapainya sebuah target, atau selesainya sebuah masalah.
Cukup banyak penjelasan dalam Al-Quran dan Hadist yang terkait dengan aspek “kuantitas”. Dalam beberapa ayat, secara kasuistis bahkan Al-Quran memberikan nuansa negatif dalam makna kuantitas. Kalimat-kalimat seperti “Kebanyakan mereka tidak mengetahuinya”, “Kebanyakan mereka tidak berfikir”, “Kebanyakan mereka tidak beriman”, adalah beberapa contoh statement Tuhan ketika menyindir sisi negatif dari aspek kuantitas.
Nuansa yang sama bisa juga kita temui dalam serpihan hikmah kisah Thalut dan Jalut. Dengan izin Alloh tentunya, tentara Thalut yang kuantitasnya sedikit, faktanya mampu mengalahkan tentara Jalut yang banyak. Lagi-lagi, ini menegaskan, betapa aspek kuantitas tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya jaminan.
Untuk para pembaca Sirah Nabawiyah, kisah tentang Perang Badar tentunya bukan hal yang baru. Bagaimana tentara muslim di bawah komando langsung dari Rasululloh SAW, berhasil meraih kemenangan. Padahal, kuantitas tentara muslim jauh lebih sedikit dibandingkan tentara jahiliyah.
Tengok pula apa yang terjadi pada Perang Hunain. Pada masa itu kuantitas muslim sudah banyak, tentaranya sudah kuat dibanding lawan. Aspek kuantitas dalam kasus Hunain justru hampir saja mengantarkan kaum muslimin pada penderitaan dan kekalahan. Bahkan Al-Quran secara tegas menyatakan dalam kasus ini, bahwa jumlah yang banyak ternyata tidak bisa memberi manfaat. (QS. At-Taubah, 25-26).
Nah, kalau paparan di atas dijadikan bahan renungan, masihkah kuat asumsi hebat karena kuantitas? Jawabannya akan sangat bersifat personal. Namun setidaknya bisa dipastikan, bahwa kuantitas bukanlah aspek yang superior atas aspek-aspek lain. Dan karena itu, kuantitas selalu perlu untuk dipersatukan dengan aspek kualitas.
Lalu, bagaimana suara Al-Quran ketika bahasannya adalah kualitas? Ternyata, nuansanya berseberangan dengan apa yang disuarakan Al-Quran tentang kuantitas, seperti dijelaskan pada awal tulisan ini. “Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan jumlah mereka amatlah sedikit”, atau “dan sedikit sekali hamba-hamba-Ku yang berterima kasih”, adalah contoh dua kalimat yang secara jelas menyiratkan, betapa aspek kualitas itu berdiri di atas kuantitas yang sedikit.
Rasululloh Muhammad SAW pernah berujar seperti ini; “Manusia itu seperti unta. Di antara seratus ekor unta, engkau belum tentu menemukan satu ekor unta yang boleh dijadikan sebagai tunggangan.” Artinya, belum tentu dalam kuantitas yang banyak, ada satu kualitas yang sesuai dengan harapan.
Satu saat Umar bin Khatthab RA memerintahkan Amr bin ‘Ash untuk menaklukan Mesir dengan membawa 4000 orang tentara saja. Jumlah ini dianggap tidak ideal oleh siapapun. Karena angka logisnya pada pada belasan ribu tentara. Karena itu, Amr bin ‘Ash meminta tambahan tentara kepada Umar, agar mencapai angka belasan ribu. Namun Umar hanya memberikan 4000 tentara tambahan, dan 4 orang komandan, seraya berujar: “Tambahan ini sudah sebanding dengan 12 ribu tentara, karena 4 orang tersebut setara dengan 1000 orang tentara”. Lagi-lagi, ada gambaran tentang aspek kualitas yang ternyata relatif berseberangan dengan kuantitas.
Kesimpulannya, kuantitas itu memang perlu, karena dengan bekal kuantitas yang cukup, banyak hal yang bisa dilakukan. Namun tanpa kualitas yang mumpuni, kuantitas hanyalah akan menjadi masalah. Maka pantas jika Alloh SWT menegaskan dalam Al-Anfal ayat 66, “Maka jika ada di antara kamu 100 orang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan 200 orang. Dan jika jika memiliki 1000 orang, niscaya bisa mengalahkan 2000 orang, dengan izin Alloh...”
Untuk BADAR, teruslah membesar tanpa berhenti belajar. Karena, apa untungnya tumbuh jika tidak menjadi tangguh!

*Penulis adalah mantan Ketua LSM BADAR

Tidak ada komentar: